Kenapa Koruptor Kabur Sebelum Diputus

28 Mei

Nazaruddin ngacir ke Singapura dengan pesawat Garuda pada sehari sebelum KPK mengirim surat permintaan cekal ke Imigrasi. Padahal peran mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu sudah disebut-sebut sejak lama oleh Mindo Rosalina Manulang, salah satu tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang Sumatera Selatan. Beberapa hari sebelum Nazaruddin pergi, anggota Komisi Energi DPR itu juga dilaporkan Ketua MK Mahfud MD kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam kaitan dengan pemberian (gratifikasi) uang Sin$ 120 ribu kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Kasus kaburnya diduga koruptor bukan yang pertama kali di Indonesia. Kasus Nunun Nurbaetie, Djoko Chandra, dan Anggoro Widjaja membuktikan hal tersebut. Sebelumnya, kelambanan KPK juga menjadi penyebab lolosnya Nunun Nurbaetie ke Singapura. Surat pencegahan untuk tersangka kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 itu dikeluarkan pada 26 Maret 2010. Nunun sudah berada di luar negeri sejak 23 Februari 2010. Untuk memaksa Nunun pulang, KPK baru-baru ini meminta pencabutan paspornya kepada Imigrasi dan telah dikabulkan. Pencabutan paspor akan membuat ruang gerak Nunun terbatas dan bisa segera dipulangkan. Namun KPK harusnya lebih berani dan tegas untuk cepat pulangkan Nunun. KPK diharapkan bisa melakukan pemeriksaan internal. Harusnya ada iktikad Partai Demokrat mencegah kepergian Nazaruddin karena mereka sudah mengetahui koleganya itu akan diperiksa. Tapi nyatanya disana-sini masih terus-menerus ada pembelaan keras dari orang-orang Demokrat sendiri.
Terdakwa kasus cessie Bank Bali Djoko S. Chandra kabur ke luar negeri pada 10 Juni 2009 dengan menggunakan pesawat carteran menuju Papua Nugini. Tepat sehari sebelum MAmengabulkan peninjauan kembali kasus pengalihan hak tagih piutang (cessie) Rp 546 milyar milik Bank Bali yang diajukan jaksa, dan menghukum Joko serta bekas Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin dua tahun penjara. Alhasil cuma Syahril Sabirin saja yang menikmati hotel prodeo ditinggal Djoko Chandra. Padahal KPK mengajukan cekal Djoko Chandra pada 24 April 2008 namun mencabutnya pada Oktober 2008. Pimpinan KPK beralasan pencekalan tersebut berhubung dengan kasus dugaan keterkaitan Djoko Chandra dengan kasus suap Arthalyta dan jaksa Urip, tidak berkaitan dengan kasus cessie Bank Bali.
Anggoro Widjojo, adalah tersangka kasus korupsi proyek sistem komunikasi radio kehutanan (SKRT) di kementerian Kehutanan pada 2009. Kasus tersebut sebagai hasil pengembangan kasus korupsi pengalihan fungsi hutan Tanjung Api-api yang menyeret ke dalam bui mantan Ketua Komisi IV DPR RI, Yusuf Erwin Faishal dan mantan anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Al Amin Nur Nasution. Pada saat akan dieksekusi, Anggoro kabur. KPK pun menyatakan Anggoro sebagai buron. Dalam kasus ini Anggoro diduga menyuap sejumlah pejabat di Kementerian Kehutanan dan sejumlah anggota Komisi IV DPR terkait proyek SKRT. KPK mencekal Anggoro pada 22 Agustus 2008 namun orangnya sudah berada di Singapura sejak Juli 2008.
Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa seharusnya KPK tidak sungkan-sungkan mengobral cekal terhadap tersangka-tersangka koruptor daripada pusing-pusing mencarinya jika orangnya sudah keburu kabur ke luar negeri. Apapun alasannya! Masa tidak malu sama mantan Presiden Soekarno dan Soeharto. Beliau berdua tidak pernah mau berobat ke luar negeri di saat-saat posisinya kritis hingga maut menjemput. Masak dari Anggoro sampai Nazarudddin kebutuhannya lebih mendesak dibanding Soekarno dan Soeharto sehingga bisa keluar negeri. Entah alasannya check up kek, berobat kek.

Satu Tanggapan to “Kenapa Koruptor Kabur Sebelum Diputus”

  1. Khoiri 31 Mei 2011 pada 7:39 PM #

    wah enak kalo bisa korupsi, kerja sekali tapi hasilnya banyak, bisa makan 1 tahun
    ok pak rudi

Tinggalkan Balasan ke Khoiri Batalkan balasan